Alquran telah menyebutkan kata Masjidi Haram sebanyak 13 kali, begitu juga dalam hadits. Hal ini semata-mata menunjukkan betapa agung dan mulianya masjid tersebut. Masjidil Haram terletak di sebuah lembah Makkah, luasnya sekitar 600 ribu-an meter persegit, terdiri dari tiga lantai, dan memiliki tujuh buah menara.
Dahulu, lokasi empat berdirinya Masjidil Haram telah disebutkan di Alquran dengan sebutan Wadin ghari Dzi Zar’in (lembah yang tandus) yaitu mengelilingi Baitullah Ka’bah. Sebelum kelahiran Nabi Muhammad Masjidil Haram pernah mengalami renovasi besar-besaran karena terjadi kebakaran yang memporak-porandakan masjid tersebut, tepatnya sebelum penyerangan “Pasukan Gajah” di mana Raja Abrahah menyerbu Ka’bah.
Masjidil Haram pada masa sebelum Islam
merupakan tanah kosong yang sangat luas, hanya terdapat batas bagunan Ka’bah, meliputi rumah-rumah penduduk sekitar yang dikenal dengan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, yang berlokasi di sekitar bukit Shafa. Sedangkan di dekat bukin Marwah adalah rumah Abu Sufyan. Di sela-sela rumah penduduk itu terdapat lorong-lorong yang akan menghantarkan ke bangunan Ka’bah.
Pada zamannya, Rasulullah pernah melakukan thawaf dengan mengendarai unta. Hal ini menunjukkan bahwa tempat Sa’I pada saat itu masih belum menggunakan ubin sehingga unta masih bisa masuk ke Masjidil Haram.
Dalam sabdanya: “ Nabi pernah bertawaf di Ka’bah pada Haji Wada dengan mengendarai unta. Setiap beliau melewati satu sudut, beliau member isyarat ke arah sudut itu dengan apa saja yang ada di tangannya sambil mengucapkan takbir.”
Ketika zaman Islam dimulai, Masjidil Haram mengalami renovasi pertama yaitu pada masa Khalifah Umar bin Khatab. Umar merenovasi Masjidil Haram karena tuntutan kondisional, di mana jumlah jamaah haji yang semakin meningkat.
Pada tahun 17 Hijriyah, Umar membeli rumah-rumah penduduk untuk mempeluas area Masjidil Haram. Kemudian ia berijtihad membuat dinding-dinding di sekeliling Masjidil Haram, membuat pintu-pintu masuk dan melapisi lantai tempat thawaf dengan batu-batu kerikil.
Pada tahun 26 Hijriyah, Khalifah Utsman bin Affan melakukan renovasi kedua, yaitu dengan menjadikan Masjidil Haram sebagai tempat berteduh karena diberi atap. Selanjutnya pada zaman Abdullah bin Zubair pada tahun 65 Hijriyah dengan memperluas bangunan sebesar 4.050 meter persegi sehingga jumlah luas keseluruhannya mencapai 8.930 meter persegi.
Pada tahun 91 Hijriyah, Khalifah Bani Ummayah kembali merenovasi Masjidil Haram yaitu dengan mempercantik dan menghiasi setiap pilar-pilarnya. Barulah pada masa Bani Abbasiyyah, Khalifah Ja’far Al-Manshur menghias bangunan Ka’bah dengan lapisan emas.
Pada tahun 281 Hijriyah, Khalifah Al-Mu’tadhid Billah memasukkan darunadwah (tempat musyawarah) ke dalam Masjidil Haram, kemudian menjadikan tempat khalifah sebagai bagian dari masjid, dan di atasnya dibangun menara tinggi.
Setelah itu, Kahlifah Muqtadir Billah Al-Abbsi memerintahkan agar menambah pintu Ibrahim di arah barat masjid, yang dahulunya berupa halaman di antara rumah Siti Zubaidah, luasnya diperkirakan 800-an meter persegi. Serta Sultan Salim Al-Utsmani merenovasi total Masjidil Haram dengan kareakter bangunan Otoman. Mengingat, saat itu terjadi keretakan di bagian serambi timur yang tertimpa reruntuhan Madrasah Qaitbay.
Pada masa pemerintahan Arab Saudi, Masjidil Haram juga mengalami renovasi, yaitu pertama pada tahun 1344 Hijriyah. Raja Sa’ud bn Abdul Aziz melakukan renovasi besar-besaran yang melibatkan 55 ribu pekerja pada tahu 1375 Hijriyah. Ia memerintahkan untuk merenovasi tempat thawaf dengan memasang ubin marmer yang tidak menimbulkan efek panas apabila terkena matahari sehingga member kenyamanan bagi para jamaahnya.
Pada tahun 1406, pemerintah menambahkan escalator di setiap sudut masjidl haram untuk memudahkan para jamaah turun-naik ke lantai dua. Pemerintah juga melengkapi penerangan dan pengeras suara, serta distribusi air zamzam.
Tiga tahun setelahnya, pada masa pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz, Masjidil Haram kembali mengalami renovasi total. Mereka membangun pintu baru Babul Umrah dan Bab Malik Abdul Azizi dengan permukaan dasar seluas 19 ribu meter persegi, meliputi: lantai dasar, basement, serta lantai satu dan atap.
Di sisi lain, terjadi perluasan halaman Syamsiyah dan halaman yang berada di timur tempat Sa’i. Serta mereka juga membangunan tifa kubah yang dimaksudkan untuk melindungi halaman lantai dasar. Terakhir, pada tahun 1428, Raja Abdullah bin Abdul Aziz merenovasi bangunan tempat Sa’i ke arah timur hingga 20 meter, dengan tambahan tiga lantai.
Makkah Sebelum Nabi Ibrahim Dan Sesudahnya
Sungguh Makkah adalah kota suci dan mulia, kota yang penuh dengan cahaya dan keberkahan Nabi saw. Kesucian tanah ini memiliki batas batas. Dan pertama orang yang menentukan batas-batas tanah haram adalah nabi Ibrahim as atas petunjuk Jibril as.
Kemudian diperbaharui oleh Rasulullah saw pada waktu penaklukan Makkah tahun 8 H. Dan seterusnya diperbaharui lagi oleh Umar bin Khathab ra, Usman bin Affan ra dan pemimpin-pemimpin Islam lainnya. Adapun batas batas kota Makkah diantaranya, Hudaibiyah, wadi ’Uranah, Tan’im dan Ji’ranah.
Dulu Masjidil Haram merupakan tanah kosong yang lapang dan tidak ada bangunan disekelilingnya, yang ada hanya tempat thawaf di sekeliling Ka’bah dan halaman untuk shalat. Setelah ada tanda tanda kehidupan di Makkah dengan datangnya nabi Ibrahim dan anaknya Ismail as dan ditemukannya air Zam Zam oleh siti Hajar mulailah manusia berdatangan dari Jazirah Arab, lalu dibangun kemah kemah penduduk yang berdekatan dengan Ka’bah.
Masa Nabi Dan Khulafa’
Pada zaman Rasulullah, masjidil Haram masih sangat sederhana, tak ada dinding atau bangunan beratap yang mengelilingi masjid. Masjidil haram hanya di kelilingi rumah-rumah penduduk, jalan yang menuju ke Masjidil Haram adalah gang-gang rumah penduduk yang ada di sekitar ka’bah. Diantara rumah rumah penduduk bisa menjadi pintu pintu masuk bagi orang yang ingin thawaf atau sholat di Ka’bah.
Pada masa khilafah Umar bin Khathab ra, islam mulai menyebar keseluruh jazirah Arab, umat islam bertambah banyak, Masjidil Haram terasa sempit bagi para jama’ah haji yang berdatangan ke Makkah terutama pada musim haji sehingga beliau memandang perlu adanya perluasan Masjidil Haram.
Akhirnya khalifah Umar bin Khathab ra mengambil keputusan untuk membeli rumah-rumah penduduk yang ada di sekitar ka’bah, dan bagi yang keberatan menjualnya, beliau menyimpan uang harga rumah tersebut di Baitul Mal hingga akhirnya merekapun mengambilnya. Lalu rumah rumah tersebut dihancurkannya untuk perluasan Masjidil Haram.
Hal ini terjadi pada tahun17 H. Menurut sejarah khalifah Umar adalah orang yang pertama melakukan perluasan masjidil haram dan membangun tembok di sekeliling masjid yang tingginya kurang lebih 1,5 meter dan memberinya pintu-pintu dan meneranginya dengan lampu-lampu gindil.
Setelah wafat Khalifah Umar ra, perluasan Masjidil Haram diteruskan oleh Khalifah kedua Ustman bin Affan ra. Karena jumlah muslimin bertamah banyak, maka pada tahun 26 H, Utsman ra menambah perluasan Masjidil Haram seperti apa yang telah di lakukan Umar bin Khathab ra yaitu dengan membeli rumah rumah penduduk di sekitar masjid.
Diantara mereka ada yang keberatan menjualnya lalu meperotes, tapi perluasan terus dijalannkan oleh Utsman ra. Beliau juga membangun tembok yang mengelilingi masjid dan memberinya atap.
(lihat kitab Akhbar Makkah oleh al-Azraqi)
Masa Abbasiyah
Kemudian diteruskan perluasan Masjidil Haram oleh Abu Ja’far Al-Mansur, salah satu pemimpin daulah Abasiyah yang beribu kota di Baghdad. Khalifah kedua dari Bani Abbasiyah ini mengadakan perluasan pada sisi arah rukun Syamiyah dan sisi arah barat. Perluasan dimulai pada bulan Muharam 137 H dan selesai pada bulan Dzul Hijjah 140 H. Al-Mansur menambah luas masjid menjadi satu setengah dari laus masjid sebelumnya.
Setelah wafatnya Abu ja’far Al-Mansur, perluasan Masjidil Haram dilanjutkan oleh putranya Al-Mahdi. Pada saat itu nsinyur pembangunannya sudah sangat maju sehigga bentuk bangunannya indah dan kokoh. Al-Mahdi mengadakan perluasan dari sebelah atas dan arah rukun Yamani. Perluasan ini dilakukannya dua kali pertama pada tahun 161 H dengan memperluas dua serambi. Dan yang kedua pada tahun 167H, tapi tidak selesai karena ia keburu wafat. Kemudian perluasan dirampungkan oleh puteranya Musa Al-Hadi.
Dalam perluasan kedua ini, Al-Mahdi banyak mengeluarkan biyaya yang cukup besar. Ia merenovasi tiang tiang di kawasan Masjid dan mendatangkan tiang batu pualam dari Suria dan negara lainya yang dibawa melalui via laut ke pelabuhan Jeddah, kemudian dibawa ke Makkah. Kemudian terjadi penyatuan Dar An-Nadwah dengan masjidil Haram. Penyatuan ini dilakukan atas usulan beberapa orang diantaranya Qadhi Makkah dan guberdur Makkah pada masa itu yang diajukan kepada Al-Mutadhid Al-Abbasi. Setelah diruntuhkan, dibangun masjid yang bergabung dengan Masjidil Haram. Bangunan ini sangat indah, beratap jati, dihiasi dengan emas, dibuat beberapa pintu dan menara.
Kemudian perluasan dilanjutkan oleh Al-Muqtadir Billah al-Abbasi pada tahun 306. Ia membangun pintu gerbang besar masuk Masidil Haram yang diberi nama dengan Bab Ibrahim (pintu Ibrahim) yang terletak ke arah barat Masjid. Dan ini merupakan taraf terkahir perluasan Masjidil Haram yang dilakukan oleh dinasti Abasiyah. Setelah itu yang terjadi hanyalah renovasi dan pemugaran kecil kecilan sehingga datang masa Sulthan Salim Bik bin Sulaiman Khan tahun 979 H.
Masa Penguasa Mesir
Konon kisahnya sebelum itu di Masjidil Haram terjadi kebakaran besar, tepatnya pada tahun 802 H. Kemudian tempat yang terbakar dibangun kembali oleh Sultan Barquq, penguasa Mesir pada waktu itu.
Mulailah pada pemerintahan Sultan Salim terjadi renovasi dan perbaikan terhadap Masjidil Haram. Karena ia mendapatkan laporan bahwa bangunan Haram sudah mulai rapuh bahkan sebagian sudah ada yang runtuh karena tua. Ia Menghancurkan bangunan masjid yang dibangun oleh Al-Mahdi setelah bangunan tersebut berumur kurang lebih 810 tahun disebabkan karena banyaknya kerusakan-kerusakan. Ia membangun ulang Masjidil Haram dengan tidak memberi atap kayu tapi atapnya dibangun seperti kubah.
Proyek ini dilaksakan pada tahun 979 H dan konon pernah terhenti, kemudian dilanjutkan oleh putranya sultan Murad Salim pada tahun 984 H. Perluasan ini besar-besaran dan Masjidil Haram mejadi masjid termegah dan terindah pada zamannya
Masa Pemerintahan Saudi
Kemudian datang perluasan pada masa pemerintahan Raja Saudi Arabia, Abdul Aziz Al-Saud yang dimulai pada tahun 1375 H. Hal ini dimulai dengan memperbaiki Masjid yang meliputi; pemasangan marmer, pengecetan ulang, perbaikan pintu pintu, pembuatan trotoar di tempat sa’i.
Pada masa Raja Saud bin Abdul Aizi terjadi pembokaran rumah rumah sekitar tempat sa’i, dibuat dua lantai untuk sa’i, penambahan pintu pintu sehingga jumlah pintu Masjidil Haram menjadi 51 pintu, pembangunan 7 menara sebagai pengganti 7 menara lama yang telah dihancurkan saat perluasan Masjid dan penambahan luas masjid menjadi 6 kali lipat.
Kemudian diteruskan oleh Raja Fahad bin Abdul Aziz, proyek yang dilakukanya diantaranya; memperindah dan melengkapi fasilitas haji,
menambah perluasan Masjid, membuat atap masjid agar bisa dipakai untuk solat sehingga terasa ada penambahan lantai untuk solah menjadi 3 lantai, dibuatnya lift untuk naik ke setiap lantai, menambah pintu pintu masjid sehinga jumlahnya menjadi 54 pintu, menambah menara yang asalnya 7 menjadi 9 menara. Perluasan berjalan terus pada masanya sehinga luas menjadi 9 kali lipat dari sebelumya dan hal ini bisa menampung lebih dari sejuta setengah muslim untuk solat di dalam dan di luar masjid pada musim haji dan hari hari terakhir bulan puasa.
Sejarah yang panjang
Perkembangan Kota Mekkah (pembangunan Kakbah ) memiliki sejarah yang sangat panjang. Setidaknya, ada 12 kali pembangunan/renovasi Kakbah sepanjang sejarah. Riwayat tersebut ada yang sahih, ada pula yang diragukan. Di antara nama yang patut dipercaya seperti dibangun oleh para malaikat, Nabi Adam, dilanjutkan Nabi Syits bin Adam, dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Suku Amaliqah, suku Jurhum, dan dilanjutkan oleh Qushai bin Kilab, Quraisy.
Kemudian, dilanjutkan lagi oleh Abdullah bin Zubair (tahun 65 H), Hajaj bin Yusuf (tahun 74 H), Sultan Murad al-Usmani (1040 H), dan Raja Fahd bin Abdul Aziz (tahun 1417 H).
Saat Abdullah bin Zubair menjabat Gubernur Mekkah, perubahan besar dia lakukan dengan meninggikan
Kakbah dari 5 menjadi 14 meter. Diberinya atap dan pojok utara dibuat tangga untuk naik ke atas loteng serta dihiasi emas.
Sesudah Abdullah bin Zubair wafat dan atas izin Khalifah Abdul Malik bin Marwan pintu barat yang telah dibuat oleh Zubir ditutup dengan alasan mengembalikan sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Renovasi Kakbah oleh Quraisy, dilakukan oleh kaum Quraisy pada tahun 18 Sebelum Masehi, memiliki keistimewaan tersendiri. Yakni, orang Quraisy sepakat untuk membangun Kakbah harus melibatkan orang-orang yang bersih dan menolak bantuan dari orang yang berbuat jahat, memakan riba dan berbuat zalim terhadap sesama. Keistimewaan lain yang paling berharga adalah keikutsertaan Nabi Muhammad saw di dalamnya. Yaitu, dengan memindahkan Hajar Aswad menggunakan surbannya–setiap ujungnya dipegangi oleh empat puak yang berbeda pendapat dalam suku Quraisy–lalu meletakkannya pada tempat semula. Semua orang Quraisy pun puas.
Di abad modern, Masjidil Haram direnovasi oleh kepemimpinan Sultan Murad Al-Usmani. Arsitektur inilah yang kemudian terus dipertahankan oleh Kerajaan Arab Saudi hingga kini. Setelah Arab Saudi terbentuk di tahun 1932 M, maka pada saat itulah Raja Arab Saudi yang pertama, Abdul Aziz, menyandang gelar sebagai Penjaga Dua Masjid Suci: Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Pada masa pemerintahannya, Masjid Haram diperluas dan dapat menampung jamaah hingga 48.000 orang dan Masjid Nabawi dapat menampung 17.000 jamaah. Pada masa Raja Fahd, Masjidil Haram direnovasi lagi sehinga dapat menampung 1 juta jamaah. Renovasi ketiga selesai 2005 dengan tambahan beberapa menara, pemasangan 500 tiang marmar, 18 gerbang tambahan ditambah juga perangkat modern, pendingin udara, eskalator, dan sistem drainase.
Pada masa Raja Abdullah bin Abdul Aziz dan dilanjutkan oleh Raja Salman bin Abdul Aziz renovasi keempat dilakukan besar-besaran. Untuk meperluas dan memperindah Masjidil Haram, dilakukan sampai tahun 2020 dengan target dapat menampung hingga 2 juta jamaah.
DITULIS OLEH WAKID YUSUF
https://wakidyusuf.wordpress.com